Syarah Rindu
SYARAH RINDU Malam kian beranjak, derik jangkrik di luar sana berbisik mesra di telingaku, sedang aku tak kunjung terpejam. Gothakku malam ini terasa sepi, hanya ada tiga santri, itupun termasuk aku. Rasa capek hasil ro’an tadi siangpun tak membuat mataku rela dipejamkan, padahal seluruh tubuhku dirundung pegal setiap inchinya. Aku memutuskan duduk bersandar di tembok dan kuraih kitab Fatkhul Mu’in yang tadi sore kukaji di madrasah. Kubuka lembar-lembar awal dan perlahan-lahan kubaca lagi sambil sesekali menambal sah-sahan yang belum lengkap. Tiba di halaman kedua, mataku terhenti membelai tulisan arab gundul kitabku. Terselip foto ukuran kartu nama di halaman itu, wajah dan senyum itu masih berseri walaupun kertasnya sudah kusut. Sore tadi juga masih ada senyum yang sama di pelataran masjid saat berpapasan denganku. Kubalik foto senyum itu, tertulis “Nur Syafia”. Satu nama yang bukan hanya tertulis di kertas berfoto itu, tapi juga di hatiku.